3 Tata Cara Pelaksanaan Puasa Syawal

Pelaksanaan puasa enam hari di bulan Syawal bisa dilakukan dengan tiga cara, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat 795 H) dalam salah satu karyanya, Lathaiful Ma’arif. Ia mengatakan bahwa cara dalam melaksanakan puasa Syawal ada tiga, yaitu: 

Dilakukan dengan terus-menerus, yaitu dengan cara berpuasa enam hari secara terus-menerus tanpa terpisah, dimulai tanggal 2 bulan Syawal hingga tanggal 7. Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah, dan Imam Ibnu Mubarak. Hal ini berdasarkan salah satu hadits Nabi saw: مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ مُتَتَابعَةً فَكَأَنَّمَا صَامَ السَّنَةَ 

Artinya, “Barangsiapa puasa enam hari setelah Idul Fitri secara terus-menerus, maka seperti berpuasa selama satu tahun.” (HR At-Thabarani).   

Kedua, Boleh terus-menerus atau terpisah-pisah. Maksudnya boleh dilakukan dengan dua cara, yaitu terus-menerus atau terpisah-pisah, yang penting semuanya masih dilakukan di bulan Syawal, maka akan tetap mendapatkan anjuran puasa dan mendapatkan pahala setara dengan satu tahun sebagaimana hadits di atas. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Waqi’ (guru Imam As-Syafi’i).   

Ketiga, dilakukan dalam rangkaian puasa Ayyamul Bidh (puasa 3 hari pada pertengahan bulan Hijriah, dalam hal ini 13–15 Syawal). Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa puasa Syawal seharusnya tidak dilakukan langsung setelah hari raya Idul Fitri, karena masih menjadi momentum untuk makan dan minum, melainkan sejak tiga hari sebelum Ayyamul Bidh (10–15 Syawal), atau dirangkai setelahnya (13–18 Syawal). Pendapat ini menurut Imam Ma’mar dan Imam Abdurrazzaq. 

Berdasarkan pada salah satu dari tiga cara di atas, maka orang-orang yang belum bisa melakukan puasa Syawal setelah hari raya, sudah saatnya untuk menunaikannya pada hari ini. Sebab, puasa Syawal bisa dilakukan kapan pun, yang penting masih ada di bulan ini, maka siapa saja bisa untuk melakukan puasa yang pahalanya setara dengan puasa setahun tersebut. (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Lathaiful Ma’arif fima li Mawasimil ‘Am minal Wazhaif, 244-245). 

Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/3-cara-puasa-syawal-pahala-hikmah-dan-faidahnya-pmZQJ

Similar Posts